Oleh : Ustadz Abu Riyadl Nurcholis Majid
Abdurrahman bin Auf bin Harits bin
Zuhrah, seorang sahabat asal Quraisy dari suku Zuhri adalah di antara
orang yang masuk Islam dari sejak permulaan Islam dan termasuk sepuluh
orang yang dijanjikan (dikabarkan) masuk surga oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam serta termasuk enam orang konsultan Nabi.
Beliau mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam termasuk perang Badar. Beliau meninggal di Madinah dan
dimakamkan di Baqi` (Wafat 32 H).
‘Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok
delapan sahabat yang mula-mula masuk Islam. Ia termasuk sepuluh orang
sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasululah. Selain itu, ia juga
termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah
menggantikan Umar bin Khaththab. Ia adalah seorang mufti yang dipercaya
Rasulullah untuk berfatwa di Madinah.
‘Abdurrahman bin Auf masuk Islam sebelum
Rasulullah melakukan pembinaan (pengkaderan) di rumah shahabat Arqam bin
Abi al-Arqam, kira-kira dua hari setelah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu
masuk Islam.
Ketika hijrah ke Madinah, ‘Abdurrahman bin
‘Auf radhiyallahu 'anhu dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’
Al-Anshari radhiyallahu 'anhu, salah seorang yang kaya lagi pemurah di
Madinah. ‘Abdurrahman pernah ditawari Sa’ad untuk memilih salah satu
dari dua kebunnya yang luas. Tapi, ‘Abdurrahman menolaknya. Ia hanya
minta kepada Sa’ad ditunjuki lokasi pasar di Madinah.
Sejak itu, ‘Abdurahman bin ‘Auf berprofesi
sebagai pedagang dan memperoleh keuntungan yang cukup besar. Omset
dagangannya pun makin besar, sehingga ia dikenal sebagai pedagang yang
sukses.
Tapi, kesuksesan itu tak membuatnya lupa
diri. Ia tak pernah absen dalam setiap peperangan yang dipimpin
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Suatu hari, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berpidato membangkitkan semangat jihad dan
pengorbanan kaum Muslimin.
Beliau berkata:“Bersedekahlah kalian, karena saya akan mengirim pasukan ke medan perang.”
Mendengar ucapan itu, ‘Abdurrahman bin
‘Auf radhiyallahu 'anhu bergegas pulang dan segera kembali ke hadapan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.“Wahai Rasulullah, saya
mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya infakkan di jalan Allah, dan
sisanya saya tinggalkan untuk keluarga saya.” ucap Abdurrahman. Lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendo'akannya agar diberi
keberkahan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam membutuhkan banyak dana untuk menghadapi tentara Rum dalam
perang Tabuk, ‘Abdurrahman bin ‘Auf menjadi salah satu pelopor dalam
menyumbangkan dana. Ia menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Melihat hal
itu, Umar bin Khathab berbisik kepada Rasulullah: ”Agaknya Abdurrahman
berdosa, dia tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk
keluarganya.”
Maka, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pun bertanya kepada Abdurrahman: “Adakah engkau tinggalkan uang
belanja untuk keluargamu?” Abdurrahman menjawab: “Ada, ya Rasulullah.
Mereka saya tinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya
sumbangkan.” “Berapa?” Tanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
‘Abdurrahman radhiyallahu 'anhu menjawab: “Sebanyak rizki, kebaikan, dan
upah yang dijanjikan Allah.” Subhanallah.
Sejak itu, rizki yang dijanjikan Allah
Subhanahu wa Ta'ala terus mengalir bagaikan aliran sungai yang deras.
‘Abdurrahman bin ‘Auf rodhiyallahu 'anhu kini telah menjadi orang
terkaya di Madinah.
Suatu hari, iring-iringan kafilah dagang
Abdurrahman bin Auf yang terdiri dari 700 ekor unta yang dimuati bahan
pangan, sandang, dan barang-barang kebutuhan penduduk tiba di Madinah.
Terdengar suara gemuruh dan hiruk-pikuk, sehingga ‘Aisyah bertanya
kepada seseorang: “Suara apakah itu?”
Orang itu menjawab: “Iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman.”
‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
“Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya
kepada ‘Abdurrahman di dunia dan akhirat... Saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda bahwa "Abdurrahman bin Auf masuk
surga dengan merangkak.”
Orang itu langsung menemui ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan menceritakan apa yang didengarnya dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha.
Bagai petir ia Mendengar hal itu,
Ia bergegas menemui Aisyah radhiyallahu 'anhu:
“Wahai Ummul Mukminin, apakah ibunda mendengar sendiri ucapan itu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?”
“Ya,” jawab Aisyah radhiyallahu 'anha.
“Seandainya aku sanggup, aku ingin
memasuki surga dengan berjalan. Sudilah ibu menyaksikan, kafilah ini
dengan seluruh kendaraan dan muatannya kuserahkan untuk jihad fi
sabilillah.”
Sejak mendengar bahwa dirinya dijamin masuk surga walau dengan merangkak, semangat berinfak dan bersedekahnya makin meningkat..
Dengan harapan Allah memberinya jalan yang mudah dalam memasuki surga Tak kurang dari
40.000 dirham perak,
40.000 dinar emas,
500 ekor kuda perang, dan
1.500 ekor unta
ia sumbangan untuk peruangan menegakkan
panji-panji Islam di muka bumi. Mendengar hal itu, ‘Aisyah radhiyallahu
'anhu mendoakan: “Semoga Allah memberinya minum dengan air dari telaga
Salsabil (nama sebuah telaga di surga).”
Wahai saudaraku Siapakah yg menjamin diri kita ini masuk surga ? Cinta dunia kita masih membelenggu tangan kita
Menjelang akhir hayatnya, ‘Abdurrahman
radhiyallahu 'anhu pernah disuguhi makanan oleh seseorang — padahal ia
sedang berpuasa. Sambil melihat makanan itu, ia berkata: “Mush’ab bin
Umair radhiyallahu 'anhu syahid di medan perang. Dia lebih baik daripada
saya. Waktu dikafan, jika kepalanya ditutup, maka kakinya terbuka. Dan
jika kakinya ditutup, kepalanya terbuka. Kemudian Allah melapangkan
dunia ini bagi kita seluas-luasnya. Sungguh, saya amat takut kalau-kalau
pahala untuk kita disegerakan Allah di dunia ini.” Setelah itu, ia
menangis tersedu-sedu.
‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu 'anhu
wafat dengan membawa amalnya yang banyak. Saat pemakamannya, Amirul
Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata: “Anda telah
mendapat rahmat (kasih sayang) Allah, dan anda telah berhasil menundukan
kepalsuan dunia. Semoga Allah senantiasa merahmati anda. Amin.”
Sumber: Biografi Ulama Ahli Sunnah
terjemahan dari Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman
Ra’fat Basya. dengan sedikit editing.
Mari cerita tadi direnungkan
Ternyata betapa kecilnya amalan kita
Sumber:
http://www.salamdakwah.com/baca-artikel/kisah-sahabat--abdurrahman-bin-auf-radhiyallahu-anhu--.html#at_pco=smlwn-1.0&at_tot=1&at_ab=per-2&at_pos=0
Tidak ada komentar :
Posting Komentar