Muhammad Al Fatih 1453

Penakluk Konstantinopel


Dalam sejarah, Islam pernah menaklukkan benua Eropa. Siapa sangka salah satu dari Panglima Perang saat itu adalah seorang pemuda yang sangat saleh, berusia 21 tahun, yang bernama Sultan Muhammad Al Fatih (30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) . Ia merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Ibu Kota Kekaisaran Byzanytium Romawi Timur yg bernama KONSTANTINOPEL . Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).

Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambul (Islam keseluruhannya) . Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.

Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.

Kejayaan dan kesuksesan hidup ia telah raih di usia yang begitu muda. Ia-pun dikenang jutaan manusia sepanjang abad. Harum nama Sultan Al Fatih diperoleh berkat keshalehan, keberanian dan kemuliaan akhlaknya. Sebagai jenderal beliau memimpin laskar islam menaklukkan benteng terkuat imperium Byzantium , Konstantinopel. Kota ini diubahnya menjadi kota Istambul. Dari sini beliau menebarkan kasih sayang islam di bumi eropa.

Apa rahasia dibalik semua kesuksesan beliau? Ternyata rahasianya beliau sangat kuat shalat malamnya yaitu tahajud. Bukankah Rasulullah saw SAW menegakkan shalat tahajud sepanjang malam dan setiap hari? Bukankah beliau Rasulullah saw SAW shalat tahajud merupakan kewajiban yang tak bisa beliau tinggalkan dalam setiap perjuanganya.

Jika anda bertanya, apakah benar Muhammad Al Fatih sudah melakukan tindakan besar yang megubah sejarah peradaban dunia? Ya, dalam sejarah, hal ini tidak aneh. Bukankah sahabat Rasulullah saw SAW bernama Usamah juga menjadi panglima perang dalam usia 18 tahun. Sementara yang menjadi prajuritnya adalah Umar bin Khatab sahabat Rasulullah saw SAW yang waktu itu sudah tua. Ini menunjukkan betapa kualitas keimanan dan kekuatan ruhani Usamah menjadi salah satu ukuran yang dipertimbangkan Rasulullah saw SAW ketika menetapkan Usamah memimpin ekspedisi militer menghadapi kekuatan super power Romawi?

Namun Sang Pedang Malam, orang asia bernama Muhammad Al Fatih merontokkan super power Romawi pada 1453, agak unik. Beliau ahli shalat malam (tahajud), ahli qiyamul lail. Beliau selau kontak dengan energi terbesar di alam semesta ini, Allah SWT. Beliau selalu taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT, Pemilik dan Penguasa Tunggal Alam semesta.

Sejak kecil Sultan Muhammad Al Fatih dididik oleh seorang wali. Beliau tumbuh menjadi remaja yang memiliki kepribadian unggul. Beliau jadi Sultan, dalam usia 19 tahun menggantikan sang ayah.

Bagaimana sifat Sultan Muhammad Al Fatih sehingga beliau mampu memetik keberhasilan dalam hidupnya dengan sangat efektif, merebut benteng Konstantinopel yang kokoh itu. “sifatnya tenang, berani, sabar menanggung penderitaan, tegas dalam membuat keputusan dan mempunyai kemampuan mengawasi diri (self control) yang luar biasa. Kemampuanya dalam memimpin dan mengatur pemerintahan sangat menonjol.”

Kebiasaan Sultan Muhammad Al Fatih, unik. Beliau selalu berkeliling di malam hari, memeriksa kondisi teman dan rakyatnya. Sengaja beliau berkeliling untuk memastikan agar rakyat dan kawan-kawanya menegakkan shalat malam dan qiyamullail.
Sultan Muhammad Al Fatih sangat tegas terhadap musuh. Namun, lembut qolbunya bagai selembar sutra dalam menghadapi rakyat yang dipimpinnya


 Qiyamul lail, shalat tahajud, inilah senjata utama Muhammad Al Fatih dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini. Inilah Pedang Malam, yang selalu diasahnya dengan tulus ikhlas dan khusuk, ditegakkan setiap malam. Dengan pedang malam ini timbul energi yang luar biasa dari pasukan Muhammad Al Fatih. Sjarah mencatat Muhammad Al Fatih yang baru berusia 21 tahun berhasil menggapai sukses besar, menerobos benteng Konstantinopel, setelah dikepung beberapa bulan maka takluklah Konstantinopel.

Suatu hari timbul soal ketika pasukan islam hendak melaksanakan shalat jum’at yang pertama kali di kota itu.

“Siapakah yang layak menjadi imam shalat jum’at?” tak ada jawaban. Tak ada yang berani yang menawarkan diri ! lalu Muhammad Al Fatih tegak berdiri. Beliau meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bangun berdiri.

Kemudian beliau bertanya. “ Siapakah diantara kalian yang sejak remaja, sejak akhil baligh hingga hari ini pernah meninggalkan meninggalkan shalat wajin lima waktu, silakan duduk!!” Subhanalloh……!!! Maha suci Allah ! tak seorangpun pasukan islam yang duduk. Semua tegak berdiri. Apa artinya? Itu berarti, tentara islam pimpinan Muhammad Al Fatih sejak masa remaja mereka hingga hari ini, tak seorangpun yang meninggalkan shalat fardhu. Tak sekalipun mereka melalaikan shalat fardhu. Luar biasa…..!!!!! !

Lalu Muhammad Al Fatih kembali bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak baligh dahulu hingga hari ini pernah meninggalkan shalat sunah rawatib? Kalau ada yang pernah meninggalkan shalat sunah sekali saja silakan duduk!!!”. Sebagian lainya segera duduk. Artinya, pasuka islam sejak remaja mereka ada yang teguh hati, tidak pernah meninggalkan shalat sunah setelah maghrib, dua roka’at sebelu shubuh dan shalat rowatib lainaya. Namun ada yang pernah meninggalkanya. Betapa kualitas karakter dan keimanan mereka sebagai muslim sungguh bernilai tinggi, sungguh jujur, pasukan islam Al Fatih.


Dengan mengedarkan matanya ke seluruh rakyat dan pasukanya Muammad Al Fatih kembali berseru lalu bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak masa akhil baligh sampai hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud di kesunyian malam? Yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk!!”

Apa yang terjadi…???? Terlukislah pemandangan yang menakjubkan sejarawan barat dan timur. Semua yang hadir dengan cepat duduk!!” Hanya ada seorang saja yang tetap tegak berdiri. Siapakah dia??? dialah, Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk benteng super power Byzantium Konstantinopel. Beliaulah yang pantas menjadi imam shalat jumat hari itu. Karena hanya Al Fatih seorang yang sejak remaja selalu mengisi butir-butir malam sunyinya dengan bersujud kepada Allah SWT, tidak pernah kosong/absen semalampun.

Dalam sejarah ditulis, bahwa pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.

Sejak abad kedelapan sahabat Rasulullah saw berusaha merebut benteng ini. Salah satunya Abu Ayyub Al Anshari namun gagal. Baru setelah enam abad kemudian benteng itu berhasil direbut dibawah pimpinan Muhammad Al Fatih.Karena jasanya inilah beliau diberi gelar Al Fatih (sang pembuka) yaitu membuka kota Byzantium yang dulunya adalah Konstantinopel. Beliau adalah seorang pemberani, ahli strategi militer, juga istiqomah dalam shalat tahajudnya.

Itulah sebuah kisah sejarah yang sungguh indah dalam bungkai ketakwaan kepada Allah SWT. Kisah Pedang Malam yang merupakan rahasia sukses dari seorang pribadi penggubah sejarah, bernama Muhammad Al Fatih, orang asia asal Turki, yang baru berusia 21 tahun. Shalat Tahajud merupakan modal yang sangat penting untuk membangun kekuatan ruhiyah dalam kesuksesan Al Fatih dikemudian hari. Sehingga islam jaya, berpendar-pendar cahayanya selama 500 tahun di bumi eropa sejak abad ke-15. Semuanya berasal dari Pedang Malam Al Fatih yang amat begitu luar biasa.

Keberadaan Muhammad Al-Fatih telah diprediksi oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].

Dalam hadist lain diriwayatkan, :”Aku mendengar baginda Rasulullah S.A.W mengatakan seorang lelaki soleh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut & aku juga ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda" (Abu Ayyub al-Anshari)

Maasyaa Allah, Luar biasa……Sultan Muhammad Al Fatih (Sang Pembuka)……!!!!

Tidak Hanya Menaklukan KONSTANTINOPEL beliau juga banyak menaklukan kerajaan kerajaan kristen yang ada di Eropa Timur Dan Tenggara, salah satu kerajaan kristen yang dia bebaskan adalah BOSNIA
Berikut ini adalah Pidato Muhammad Al-Fatih yang kemudian dicatat sejarah setelah ia membebaskan Bosnia.
“Aku, Sultan Khan Penakluk itu,
dengan ini menyatakan kepada seluruh dunia,
Para Fransiskan Bosnia dengan titah kesultanan berada di bawah perlindungan saya. Dan Aku perintah bahwa:
Tidak seorang pun boleh mengganggu atau memberikan bahaya pada orang-orang dan gereja-gereja mereka! Mereka akan hidup dalam damai di negara saya. Orang-orang yang telah menjadi imigran, harus memiliki keamanan dan kebebasan. Mereka dapat kembali ke biara mereka yang berada di perbatasan negaraku.
Tak seorang pun dari kerajaan baik wazir, juru tulis atau pelayanku akan merusak kehormatan mereka atau memberikan bahaya apa pun kepada mereka!
Tidak seorang pun boleh menghina, membahayakan atau menyerang kehidupan mereka, infrastuktur, dan gereja-gereja dari orang-orang ini!
Juga, apa yang telah merka ibawa dari negara mereka memiliki hak yang sama … Dengan menyatakan titah ini, saya bersumpah dengan pedang saya atas nama Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, Tuhannya nabi Muhammad, dan 124.000 nabi terdahulu bahwa tak ada seorangpun dari warga negara saya akan bereaksi atau berperilaku yang berlawanan dengan titah ini! “

Titah sumpah ini, yang telah memberikan kemerdekaan dan toleransi kepada orang yang berasal dari lain agama, keyakinan, dan ras dinyatakan oleh Muhammad Al-Fatih dan diberikan kepada Angjeo Zvizdovic dari Biara Franciscan Katolik di Fojnica, Bosnia dan Herzegovina setelah penaklukan Bosnia dan Herzegovina 28 Mei 1463. Dekrit itu dikeluarkan oleh Sultan Muhammad Alfatih sang Penakluk untuk melindungi hak-hak dasar orang Kristen Bosnia ketika dia menaklukkan wilayah tersebut tahun 1463.

Ya Allah, aku bermohon pada-Mu agar Engkau jadikan kami dan sahabat kami semua yang membaca artikel ini semua, menjadi ahli Tahajjud, ahli Qiyamul lail, seperti halnya Rasulullah dan Keluarganya, sahabatnya dan seperti Si Pedang Malam, Sultan Muhammad Al Fatih. Amiin
sumber:

Alila, Pengingatku Akan Allah

1. ceritanya seharian ini jalan berdua sama Alila | berharap ada ilmu yang bisa disampaikan padanya | lewat contoh dan pandangan mata
  2. makan siang itu menunya nasi kebuli di bilangan mampang prapatan | sepulangnya tentu harus mengantri membelah kemacetan
  3. merasa sumpek karena macet kutekan tombol ON radio segera | mengalun suara lembut penyanyi yang mendendangkan tentang cinta
 4. baru beberapa detik musik menemani perjalanan dan Alila berlisan | "jangan denger lagu terus bi, nanti nggak bisa hafal Al-Qur'an"
  5. mendadak suasana hening karena tombol OFF otomatis kutekan | saking senyapnya sampai-sampai bisa kudengar DEG!-DEG-DEG! suara jantung bersorakan
  6. sementara alila tetap kalem, tiada niat ucapannya jadi sindiran | bagi ayahnya itu bukan hanya sindiran di hati tapi tikaman
  7. tikaman yang mengucurkan rasa malu naik sampai ke ubun-ubun kepala | ternyata apa yang kusampaikan di hari lalu masih segar di ingatannya
  8. "Kecintaan pada Al-Quran dan kecintaan akan alunan lagu takkan pernah menyatu dalam hati seorang hamba"| begitu singkat Ibnu Qayyim
  9. nasihat Allah disampaikan padaku melalui seorang anak | nasihat anak 4 tahun nan lembut elok namun buat tertohok
  10. walau dalam beberapa masa alunan musik masih jadi hiburan bagiku | abi bertekad hiburan itu tidak dilihat matamu didengar telingamu
  11. harusnya hari ini adalah pendidikan bagimu | malah engkaulah yang memberiku ilmu
 12. suatu waktu akan ada masa dimana setiap ayah tinggalkan anak-anaknya | itu tidak penting karena pastilah terjadi pada satu masa
  13. yang penting saat kita sudah berada di gelap kubur anak kita lalu ditanya | "seperti apa ayahmu dulu saat dia masih di dunia?"
  14. saat itulah yang penting menentukan lagi benar | apakah anak kita bercerita dengan enggan, ataukah dengan mata berbinar?
 
  15. bila tak sanggup wariskan uang, jangan tinggalkan hutang | bila tak bisa contohkan taat, jangan teladankan maksiat
  16. Alila Shaffiya Asy-Syarifah | pengingatku akan Allah
Sumber:

Kisah Sipir Penjara ‘Sadis’ Guantanamo Jadi Mualaf

Terry Holdbrooks Jr. ©the Guardian

Terry Holdbrooks Jr, 29, kini memelihara janggut lebat. Jika pergi ke restoran dia akan memilih duduk di meja yang menghadap tembok. Dia juga kerap memalingkan wajah dari hadapan kamera.

Holdbrooks mengatakan dia mempelajari Islam sejak menjadi sipir di penjara Amerika Serikat di Teluk Guantanamo pada 2003-2004. Dia mengaku sering berdiskusi hingga larut malam dengan tahanan muslim selama bertugas di sana. Dari banyak diskusi itulah dia semakin mengenal Islam dan akhirnya memutuskan memeluk Islam.

Dia menuturkan kisah hidupnya itu di Pusat Islam Huntsville, Amerika Serikat, Sabtu lalu, di hadapan sekitar 80 orang.

Terkait berita baru-baru ini tentang aksi mogok makan 102 tahanan dari total 166 orang tahanan Guantanamo, dia mengatakan para tahanan itu seharusnya sudah dibebaskan lima atau enam tahun lalu.

"Mereka sudah putus asa. Mereka memutuskan lebih baik mati. Salah satu dari mereka bahkan berat badannya hanya 31 kilogram," kata Holdbrooks.

Dia saat ini tengah berkeliling dengan Khalil Meek, wakil pendiri sekaligus direktur eksekutif komunitas muslim Texas. Mereka sedang menggalang dana untuk organisasi nir-laba membela hak asasi kaum muslim yang perlu bantuan hukum.

"Saya juga menulis kisah saya ini dalam buku yang mudah dicerna orang awam. Mereka akan paham bahwa penjara Guantanamo adalah sesuatu yang memalukan. Saya memang sudah menjadi muslim tapi saya bukan pengkhianat," kata Holdbrooks.

Salah satu tugas dia ketika jadi sipir di Guantanamo adalah mengawal tahanan untuk proses interogasi dan membawa mereka kembali ke dalam selnya. Holdbrooks tahu betul bagaimana tingkat stres para tahanan ketika menghadapi pertanyaan yang diulang-ulang dan selama penyiksaan.

"Bagaimana mungkin Anda masih bisa tersenyum di Guantanamo? Bagaimana Anda bisa percaya ada Tuhan yang melindungi Anda?" tanya dia suatu kali kepada seorang tahanan.

"Saya senang menghabiskan waktu di Guantanamo. Allah sedang menguji keimanan saya. Kapan lagi saya punya waktu mempelajari Alquran dan bisa membacanya dalam bahasa Arab dan melatih mental?" jawab sang tahanan.

Seiring perjalanan waktu Holdbrooks semakin mengenal pribadi para tahanan. Dia juga kian sering berdiskusi hingga larut malam membahas berbagai hal dari mulai etika, filsafat, sejarah, dan agama. Holdbrooks menjadi paham bahwa serangan 9 September itu sesungguhnya bukan ajaran Islam.

Ketika dia sudah tidak lagi bertugas di Guantanamo, Holdbrooks mempelajari Islam lewat INternet. Tahanan yang sering menjadi temannya berdiskusi, seorang mantan koki dari Inggris, menghadiahinya sebuah kitab suci Alquran.

Holdbrooks mengaku telah mempelajari agama Kristen, Buddha, dan Yahudi semasa mudanya dan tak pernah menemukan kedamaian seperti dalam Alquran. Untuk pertama kali dia mengaku menemukan ajaran paling masuk akal.

"Dari awal hingga akhir ayat Alquran masuk akal. Tidak ada pertentangan dalam ayat-ayatnya. Ini bukan sulap. Ini hanya ajaran sederhana untuk menjalani kehidupan."

Setelah mempelajari Alquran dan banyak berdiskusi selama tiga bulan akhirnya Holdbrooks menyatakan ingin masuk Islam.
"Jangan," kata teman tahanan Holdbrooks itu.

Temannya itu mengatakan masuk Islam berarti Holdbrooks harus meninggalkan gaya hidupnya selama ini dan mau berubah. Dia harus berhenti mabuk, mengkonsumsi narkotika, bertato, dan hal lain yang dilarang Islam.

Sedikit demi sedikit Holdbrooks mau berubah. Dia pun bisa merasakan jasmani dan rohaninya semakin sehat. Akhirnya Holdbrooks pun menikah. Pada Desember 2003 Holdbrooks akhirnya mantap mengucapkan syahadat.

"Ketika saya berjalan mendekati Islam, Islam berlari mendekati saya," tukasnya.
 
Sumber:

Joshua Evans, Kisah Pendeta Muda Masuk Islam



Joshua (Yusha) Evans, tumbuh dengan didikan yang ketat, meski tanpa kedua orang tuanya. Tinggal dekat dengan gereja dan belajar di sekolah Kristen adalah dua hal yang membentuknya menjadi pendeta muda. Namun ia tak pernah menyangka, Injil justru membimbingnya pada perhentian yang lain, yakni Islam.

***

“Aku dibesarkan oleh kakek dan nenekku, di South Carolina (AS),” Evans mengawali ceritanya. Malam itu, 6 Februari 2009, ia diundang untuk berbicara di Masjid Omar Al Farouk, California. Ibunya meninggalkan rumah sejak Evans masih kecil, sedangkan ayahnya tinggal jauh darinya untuk bekerja. “Di rumah hanya ada aku dan dua orang penganut Kristen yang sangat konservatif (kakek dan nenek).”

Konservatisme, menurut Evans, tak menyulitkan kedua orang terdekatnya itu untuk membentuk dirinya. Sejak kecil, Evans telah terbiasa datang ke gereja pada Minggu pagi dan malam, ditambah Rabu. “Dan dalam Kristen, orang-orang seperti kami termasuk golongan sangat relijius,” katanya.

“Dari gereja, rumah kami hanya dibatasi oleh dua rumah lain,” Evans melanjutkan. Karenanya, ia tak pernah absen dari sekolah Minggu dan kegiatan Sabtu malam yang diadakan gereja.

Meski mengaku tak menyukai gereja—di mana ia harus diam, mendengarkan ceramah pastur, berdiri, lalu kembali duduk dan mendengarkan, Evans kecil menyukai sekolah Minggu. Ia senang mendengarkan cerita-cerita tentang nabi seperti Musa, Nuh, dan Ibrahim. “Cerita-cerita itu yang kupahami sebagai Kristen.”

Pada usia 12 hingga 14 tahun, Evans mengikuti layanan gereja setiap Sabtu malam, di mana ia bisa bermain basket, sepak bola, makan pizza dan kue bersama teman-teman sebayanya. Lalu, kegiatan itu diakhiri dengan ceramah 30 menit oleh seorang pendeta muda. “Usianya hanya tiga tahun lebih tua dariku. Ia berbicara tentang agama, Tuhan, dan banyak hal lain.”

Dari kegiatan-kegiatan gereja yang ia ikuti, Evans mulai menemukan keimanan terhadap agama tersebut. “Untuk pertama kalinya, aku beragama atas dasar keinginanku sendiri,” ujarnya.

***

Keimanan Evans semakin ‘aman’ ketika akhirnya ia melanjutkan ke sekolah tinggi yang disebutnya ‘sekolah Kristen paling konservatif’ di South Carolina, Bob Jones University. Di kampusnya, laki-laki dan perempuan harus mengenakan pakaian tertutup, dilarang berduaan dengan lawan jenis, dan tak ada pesta.

Di kampus itu, Evans berkawan akrab dengan seorang pendeta muda, yang kritis dan begitu ingin tahu banyak hal tentang Injil. “Karena kami tahu, Injil memiliki banyak versi,” katanya. Maka suatu hari, sang kawan mengajukan sebuah pertanyaan ringan yang tak pernah diduga Evans, “Apakah kamu pernah membaca Injil?”

Evans terdiam sejenak, lalu menjawab bahwa tentu ia pernah membacanya saat di gereja, ketika pastor menyuruh jamaat membaca ayat tertentu. 

Sang teman lalu mengajak Evan membacanya seperti membaca buku, dari bagian awal hingga akhir. “Jika Tuhan bisa berbicara dengan pastor melalui Injil, seharusnya dengan kita pun bisa,” Evan menirukan ucapan temannya.

“Itu ide yang sangat bagus, dan kami mulai membacanya,” kata Evans yang memulainya dengan membaca Kitab Perjanjian Lama. Di kitab itu, ia menemukan kisah-kisah nabi seperti pernah didengarkannya di sekolah Minggu. Namun ia segera dikejutkan beberapa bagian kisah yang justru menenggelamkan kemuliaan para utusan Tuhan tersebut, seperti menggambarkan nabi tertentu sebagai pecandu alkohol.

“Para nabi seharusnya adalah orang-orang mulia yang mampu menjadi teladan bagi umatnya,” Evans berontak. Merasa ada yang salah dengan kitabnya, ia mendatangi beberapa pastor. Dan ia kembali kecewa dengan jawaban para pastor itu. “Dengan jawaban yang sama dan normatif, mereka menasihatiku untuk tidak membiarkan ilmu pengetahuan meruntuhkan keimananku,” kata Evans. Ia juga diminta membaca Kitab Perjanjian Baru.

Meski tanpa penjelasan memuaskan, Evans menggarisbawahi satu pesan utama dari Kitab Perjanjian Lama yang baru ditamatkannya. “Tuhan itu Satu, dan Ia adalah Dzat yang Unik. Ia selalu iri soal pemujaan. Jika ada yang menyembah selain diri-Nya, Tuhan memberinya hukuman.”

Evans mulai membaca Kitab Perjanjian Baru. Kali ini, pertanyaan yang mengelilingi otaknya adalah mengenai mereka yang namanya disebutkan dalam Injil; Matthew (Matius), Luke (Lukas), John (Yohanes), dan Mark (Markus). Tak hanya itu, ia mulai mendalami ajaran Yesus melalui ucapan-ucapannya di dalam Injil. “Aku menangkap pesan yang sama (dengan yang ada di dalam Kitab Perjanjian Lama), Tuhan hanya satu,” katanya.

Pertanyaan-pertanyaan itu mengganggunya, dan memberinya sebuah keputusan. “Kutinggalkan Kristen.”

***

Baginya, tak perlu ada yang berdiri di antara dirinya dengan Tuhan. Ketika aku ingin meminta sesuatu dari-Nya, aku hanya perlu datang kepada-Nya,” kata Evans.

Ia mulai mencari agama, mempelajari Yahudi, Budha, Hindu, Thao, dan banyak lainnya. Dan setiap bertemu dengan pemeluk agama tertentu yang belum dipelajarinya, Evans selalu bertanya, “Apakah kamu punya sebuah kitab?”

Tak kunjung menemukan Tuhan, Evans menyerah dan marah. Menurutnya, Tuhan mempedulikannya. Sebagai pelampiasan, Evans mulai berpesta dan berteman alkohol, dua hal yang selalu dijauhinya.

Satu malam, pulang dari pesta, Evans selamat dari kecelakaan yang bisa saja merenggut nyawanya. Tiga bulan kemudian, ia kembali selamat dari peluru pistol yang ditodongkan padanya di sebuah mesin ATM. “Ucapan ibuku mulai membuatku berpikir, ‘Tuhan punya maksud di balik ini semua’.”
Sejauh itu, Evans tak mengenal Islam. Dan perkenalan pertamanya tak berlangsung baik. Saat melihat-lihat rak buku agama di kampusnya, Evans menemukan sebuah buku tentang Islam. Belakangan ia baru tahu bahwa buku itu hanya berisi propaganda negatif tentang Islam. “Ia menyebutkan banyak hal buruk, salah satunya adalah bahwa Islam membolehkan Muslim membunuh orang-orang non Muslim, kapanpun dan di manapun.”

Evans kembali bertemu Islam saat ia mengenal seorang Amerika-Afrika. Ketika Evans bertandang ke rumahnya, mereka berdebat tentang agama. Saat itulah Evans tahu bahwa ia berdiskusi dengan seorang Muslim. Diajaknya Evans ke masjid.

Di masjid, Evans mendengarkan khutbah Jumat yang berbicara tentang pengampunan Allah. “Belakangan aku tahu, segalanya sengaja dipersiapkan bagiku. Temanku telah memberitahu sang imam tentang kedatanganku,” ujarnya, disambut tawa orang-orang yang menyimak ceritanya.

Terlepas dari itu, Evans tertarik dengan materi khutbah yang baru didengarkannya. Dan saat menyaksikan para Muslim melakukan gerakan ruku’ dan sujud, Evans tak mampu menutupi kekagumannya. “Itu lebih dari berdoa. Itu adalah menyembah, penuhanan yang sesungguhnya,” kata Evans.

Setelah shalat Jumat usai, Evans menghampiri sang imam dan bertanya, “Apakah kalian (Muslim) mempunyai sebuah kitab?”

***

Evans membaca kitab dari sang imam, surah demi surah. “Aku tahu nama-nama ini; Ibrahim, Musa, Daud, Zakariya, Isa. Tapi, ada yang berbeda tentang mereka dalam kitab ini,” teriaknya dalam hati. Alquran menggambarkan dan mengisahkan mereka sebagai orang-orang mulia yang harus diteladani umatnya.

Membaca kisah-kisah tentang Yesus, Evans semakin kagum. Menurutnya, Injil tak menjelaskan bagaimana Maryam menghadapi tuduhan yang ditujukan padanya, bagaimana Yesus yang masih bayi berbicara untuk membela ibunya.

“Ini kisah yang sangat indah. Siapapun pengikut kitab ini, aku ingin menjadi seperti mereka,” kata Evans.

Jumat berikutnya, Evans kembali mendatangi masjid tempatnya mendengarkan khutbah. “Bukan untuk menanyakan apakah mereka punya kitab yang lain,” katanya.
“Aku datang untuk menerima Islam. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah.’’

“Desember 1998. Aku masih mengingatnya,” ujar Evans, tersenyum.
Sumber: