Terry Holdbrooks Jr. ©the Guardian |
Terry Holdbrooks Jr, 29, kini memelihara janggut lebat. Jika pergi ke
restoran dia akan memilih duduk di meja yang menghadap tembok. Dia juga
kerap memalingkan wajah dari hadapan kamera.
Holdbrooks mengatakan dia mempelajari Islam sejak menjadi sipir di
penjara Amerika Serikat di Teluk Guantanamo pada 2003-2004. Dia mengaku
sering berdiskusi hingga larut malam dengan tahanan muslim selama
bertugas di sana. Dari banyak diskusi itulah dia semakin mengenal Islam
dan akhirnya memutuskan memeluk Islam.
Dia menuturkan kisah hidupnya itu di Pusat Islam Huntsville, Amerika Serikat, Sabtu lalu, di hadapan sekitar 80 orang.
Terkait berita baru-baru ini tentang aksi mogok makan 102 tahanan dari
total 166 orang tahanan Guantanamo, dia mengatakan para tahanan itu
seharusnya sudah dibebaskan lima atau enam tahun lalu.
"Mereka sudah putus asa. Mereka memutuskan lebih baik mati. Salah satu
dari mereka bahkan berat badannya hanya 31 kilogram," kata Holdbrooks.
Dia saat ini tengah berkeliling dengan Khalil Meek, wakil pendiri
sekaligus direktur eksekutif komunitas muslim Texas. Mereka sedang
menggalang dana untuk organisasi nir-laba membela hak asasi kaum muslim
yang perlu bantuan hukum.
"Saya juga menulis kisah saya ini dalam buku yang mudah dicerna orang
awam. Mereka akan paham bahwa penjara Guantanamo adalah sesuatu yang
memalukan. Saya memang sudah menjadi muslim tapi saya bukan
pengkhianat," kata Holdbrooks.
Salah satu tugas dia ketika jadi sipir di Guantanamo adalah mengawal
tahanan untuk proses interogasi dan membawa mereka kembali ke dalam
selnya. Holdbrooks tahu betul bagaimana tingkat stres para tahanan
ketika menghadapi pertanyaan yang diulang-ulang dan selama penyiksaan.
"Bagaimana mungkin Anda masih bisa tersenyum di Guantanamo? Bagaimana
Anda bisa percaya ada Tuhan yang melindungi Anda?" tanya dia suatu kali
kepada seorang tahanan.
"Saya senang menghabiskan waktu di Guantanamo. Allah sedang menguji
keimanan saya. Kapan lagi saya punya waktu mempelajari Alquran dan bisa
membacanya dalam bahasa Arab dan melatih mental?" jawab sang tahanan.
Seiring perjalanan waktu Holdbrooks semakin mengenal pribadi para
tahanan. Dia juga kian sering berdiskusi hingga larut malam membahas
berbagai hal dari mulai etika, filsafat, sejarah, dan agama. Holdbrooks
menjadi paham bahwa serangan 9 September itu sesungguhnya bukan ajaran
Islam.
Ketika dia sudah tidak lagi bertugas di Guantanamo, Holdbrooks
mempelajari Islam lewat INternet. Tahanan yang sering menjadi temannya
berdiskusi, seorang mantan koki dari Inggris, menghadiahinya sebuah
kitab suci Alquran.
Holdbrooks mengaku telah mempelajari agama Kristen, Buddha, dan Yahudi
semasa mudanya dan tak pernah menemukan kedamaian seperti dalam Alquran.
Untuk pertama kali dia mengaku menemukan ajaran paling masuk akal.
"Dari awal hingga akhir ayat Alquran masuk akal. Tidak ada pertentangan
dalam ayat-ayatnya. Ini bukan sulap. Ini hanya ajaran sederhana untuk
menjalani kehidupan."
Setelah mempelajari Alquran dan banyak berdiskusi selama tiga bulan akhirnya Holdbrooks menyatakan ingin masuk Islam.
"Jangan," kata teman tahanan Holdbrooks itu.
Temannya itu mengatakan masuk Islam berarti Holdbrooks harus
meninggalkan gaya hidupnya selama ini dan mau berubah. Dia harus
berhenti mabuk, mengkonsumsi narkotika, bertato, dan hal lain yang
dilarang Islam.
Sedikit demi sedikit Holdbrooks mau berubah. Dia pun bisa merasakan
jasmani dan rohaninya semakin sehat. Akhirnya Holdbrooks pun menikah.
Pada Desember 2003 Holdbrooks akhirnya mantap mengucapkan syahadat.
"Ketika saya berjalan mendekati Islam, Islam berlari mendekati saya," tukasnya.
Sumber:
Tidak ada komentar :
Posting Komentar