BUAH HATI
Oleh : Ustadz Rochmad Supriyadi, Lc
*NIKMAT KETURUNAN
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ
اللهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki
kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada sesembahan (yang berhak
disembah) kecuali Dia; maka mengapa kalian berpaling?” (Fathir: 3)
Dari sekian nikmat Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang wajib untuk disyukuri ialah adanya anak di tengah keluarga.
Merupakan idaman, harapan dan dambaan bagi yang telah berkeluarga,
adanya anak yang dapat menjadi penghibur bagi keduanya. Selain itu,
terbetik harapan agar ia menjadi anak yang taat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lagi berbakti
kepada orangtua, serta menjadi anak yang baik lagi beragama.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan
manusia melalui sebab adanya orangtua. Karena itulah Allah agungkan hak
kedua orangtua atas anaknya (yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh
seorang anak kepada kedua orangtuanya).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat baik) kepada kedua orangtuanya.” (Al-’Ankabut: 8)
Adakah harapan dan dambaan serta
kebanggaan yang lain bagi orangtua yang muslim dan beriman, jika anak
yang lahir darinya dan dididik di atas fitrahnya, selain mendapati
anaknya menjadi anak shalih yang senantiasa mendo'akan orangtuanya, dan
di hari kiamat ia menjadi sebab terangkatnya derajat kedua orangtuanya?
*SAYANGILAH BUAH HATIMU
Anak merupakan amanah ilahi yg wajib
diperhatikan bagi hamba yg mukmin, ia butuh perhatian dan bimbingan,
terkadang ia juga menginginkan bermain dan canda bersama ayah dan bunda.
Sayang banyak orangtua justru menghabiskan waktu utk berbagai urusan diluar rumah.
Dunia anak tak lepas dari canda cerianya,
lari bergurau, tertawa dst... Sayang orangtua tdk sempat
meluangkan waktu utk itu, waktunya terlalu amat berharga utk melakukan
yg itu.
Telah banyak kisah yg terukir sejarah
menceritakan ttg kasih sayang para sahabat kpd anak2 mereka, bahkan Nabi
صلى الله عليه وسلم memberikan perhatian kpd anak2.
Sahabat Mahmud ibn Ar-Rabi berkisah," Aku
masih ingat semburan Nabi صلى الله عليه وسلم yg beliau semburkan di
wajahku". HR Bukhary.
Anas ibn Malik bercerita, Nabi صلى الله
عليه وسلم adalah orang yg paling baik akhlaknya. Aku memiliki saudara
laki2 bernama abu umair. Bila Nabi صلى الله عليه وسلم datang, beliau
menyapa, "Wahai abu umair, apa yg dilakukan burung kecilmu?". Dia biasa
bermain dg burung kecilnya". HR Bukhary.
*DIDIKLAH ANAKMU
Oleh : Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
(Ditulis Ulang Oleh : Ustadz Rochmad Supriyadi, Lc)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا}
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Seorang ibu, ayah, serta pengajar, akan
ditanya di hadapan Allah tentang pendidikan generasi ini. Apabila mereka
baik dalam mendidik, maka generasi ini akan bahagia dan begitu pula
mereka juga akan bahagia di dunia dan akhirat. Namun, apabila mereka
mengabaikan pendidikan generasi ini, maka generasi ini akan celaka, dan
dosanya akan ditanggung oleh pundak-pundak mereka. Oleh karena itu
dikatakan dalam sebuah hadits,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan pemimpin akan ditanyai tentang kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Berita gembira bagimu wahai para pengajar, dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam,
فَوَاللهِ لَيَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ خُمْرِ النَّعَمَ
“Demi Allah, jika Allah menunjuki seseorang lewatmu, ini lebih baik daripada unta-unta merah”
Berita gembira bagi kalian berdua wahai ayah dan ibu, dengan sebuah hadits yang shahih:
اِذَ مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ
عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ
بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila seorang manusia meninggal, maka
amalannya terputus kecuali tiga perkara. Shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat serta anak shalih yang mendo'akannya.” (HR. Muslim)
Wahai para pengajar, hendaknya engkau memperbaiki dirimu terlebih dahulu.
Kebaikan menurut anak-anak adalah apa-apa
yang engkau lakukan. Sebaliknya, keburukan menurut mereka adalah apa-apa
yang engkau tinggalkan.
Baiknya perilaku pengajar dan kedua orangtua di hadapan anak-anak merupakan sebaik–baiknya pendidikan bagi mereka.
*AJARI ANAKMU SHOLAT
Pendidikan anak yang sangat ditekankan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah membaguskan semangat
anak untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Anak dihasung
untuk senantiasa melatih diri beribadah. Hingga pada masanya, anak
tumbuh dewasa, dirinya telah memiliki kesadaran tinggi dalam menunaikan
kewajiban ibadah.
Di antara perintah yang mengharuskan anak
dididik untuk menunaikan yang wajib, seperti hadits dari ‘Amr bin
Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ
أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ
عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anak kalian menunaikan
shalat kala mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila
meninggalkan shalat) kala usia mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah
tempat tidur mereka.” (Sunan Abi Dawud no. 495. Asy-Syaikh Al-Muhammad
Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu menyatakan hadits ini hasan shahih)
Yang dimaksud menyuruh anak-anak, meliputi
anak laki-laki dan perempuan. Mereka hendaknya dididik bisa menegakkan
shalat dengan memahami syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Jika hingga
usia sepuluh tahun tak juga mau menegakkan shalat, maka pukullah dengan
pukulan yang tidak keras dan tidak meninggalkan bekas, serta tidak
diperkenankan memukul wajah. (Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud,
2/114)
Untuk mengarahkan anak tekun dalam
beribadah memerlukan pola yang mendukung ke arah hal tersebut. Seperti,
diperlukan keteladanan dari orangtua dan orang-orang di sekitar anak.
Perilaku orangtua yang ‘berbicara’ itu lebih ampuh dari lisan yang
berbicara. Anak akan melakukan proses imitasi (meniru) dari apa yang
diperbuat orangtuanya.
Syari'at pun sangat tidak membuka peluang
terhadap orang yang hanya bisa berbicara (menyuruh) namun dirinya tidak
melakukan apa yg dikatakannya.
Kamis, 29 Agustus 2013 , 06:17:14
Oleh : Redaksi Salam Dakwah
Sumber:
http://salamdakwah.com/baca-artikel/buah-hati.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar